Guru Galak?

Tugas saya sebagai Koordinator Pendidikan (“Bu Kordik”) membawa saya berinteraksi dengan lebih banyak lagi mahasiswa Departemen Biologi.

Sebetulnya kalau membaca job description yang original, tugas saya adalah meng-koordinir kegiatan pendidikan di Departemen. Tidak sulit.

Akan tetapi, kenyataannya, di lapangan sedikit banyak berbeda . Saya sering multi-tasking, mulai dari tukang ketik, tempat curhat, ‘bemper’ fakultas, ‘algojo’….Basically, kordik itu dianggap sebagai hotline untuk segala urusan pendidikan Biologi.

Departemen Biologi itu tidak besar. Student body 350-400, dosen tetap sekitar 34. Harusnya, sekali lagi tidak sulit. Apalagi kan, mahasiswa Bio itu sebetulnya pinter-pinter, apalagi dosennya.

But aduh ampun, sometimes, ok a lot of the time, I am overwhelmed. Banyak yang berharap (atau expect) kordik akan menyelesaikan masalahnya. Well, here’s the deal–tidak semua masalah bisa diselesaikan kordik, dan semua masalah perlu kerjasama untuk solusinya. Kerjasama dari siapa? Ya semua, dari dosen, mahasiswa, sampai bagian admin.

And that is what we lack… the willingness and ability to work in a team. Sering saya pikir, kita harus outbound training niih. Karena seringkali saya harus pontang-panting sendiri (atau bertiga dengan kadep dan sekdep) padahal sebetulnya kalau saja ada yang mengorganisir, ya bisa lebih ringan kerja.

Tapi, tunggu. Apa hubungannya dengan guru galak?

Begini. Karena beban kerja saya lagi super banyak, jadi suara saya yang sudah keras menjadi semakin keras. Saya tahu, kesan mahasiswa pada saya adalah saya guru yang galak (padahal rasanya ada yang lebih galak lagi dari saya, hehehe). Saya akui, saya adalah orang yang keras. Kalau kakak saya bilang, saya sering mengeluarkan “aura judes”. Hehehe. Mungkin ya. But as I am in my 40s now, I hope I can be more patient with people. Pengennya saya bukan galak, tapi tegas.

Memang, yang (paling) sering terkena “semprotan” adalah mahasiswa. Pasalnya, saya memegang prinsip “toleransi berbanding terbalik dengan jumlah semester.” Artinya kalau dengan mahasiswa semester 1-2 saya masih coba toleran, mahasiswa tingkat skripsi jangan terlalu banyak berharap bahwa saya mengikuti “maunya kalian”. Karena apa yang dilontarkan terkadang tidak logis atau mahasiswa sering ‘ngeyel’. Contoh paling terakhir mungkin adalah saat berunding urusan waktu penyelenggaraan Anemon kemarin. Atau dealing dengan mahasiswa peserta Kerja Praktek.

Beda ya dengan ibu kordik yang dulu? ya iyalah, orangnya beda :-). Beban kerja saya dengan kordik yang dulu juga beda. Cara saya handle masalah, apa lagi. Hal ini yang sering menyebabkan saya dicap ‘guru galak’, dosen killer, muka jutek dll.

Hehehe, ikhlas deh, terima itu. Saya coba berusaha untuk mengurangi “ke-jutek-an” saya. Terutama semester ini, rasanya kesabaran saya diuji sampai ke suatu titik yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya ada di dalam diri saya. Saya juga merasa kok, pengajaran saya tidak optimal. Seperti stuck di suatu tempat. Tidak bisa memotivasi mahasiswa dengan baik. Banyak nyap-nyapnya. Akibatnya muka judes sering dipasang.

Cuma, kalau boleh saya kritik mahasiswa, tampaknya mahasiswa juga tidak se-curious yang saya harapkan. Dipancing tanya, banyak diam. Pengamatan praktikum, banyak tidak ikutnya. Terus terang saya kaget tapi ya itulah mahasiswa. Saya tidak menginginkan anak-anak manis yang hanya duduk terima perintah saja, tapi berhadapan dengan mahasiswa-mahasiswa yang kurang motivated juga not fun.

Belum informasi tentang proses pendidikan, lebih senang mendengarkan “Kata senior”, “kata teman-teman”. Informasi cepat berkembang dan penuh bumbu-bumbu kecap. Akibatnya, informasi yang sampai ke saya, sudah sedemikian terdistorsaya sering ‘meledak’ dulu, baru kemudian saya berusaha menenangkan diri. At the very least, mahasiswa diharapkan tanya ke Penasihat Akademik. Tapi, seringkali PA juga dibypass.

Life is a journey. This part of my journey was full of unexpected twists and turns, peaks and valleys. Akhir semester, kebetulan akhir tahun 2007 juga, jadi merupakan momen yang tepat untuk look back and reflect. Kalau cerminnya berdebu, ya dibersihkan dulu 🙂

Selamat Tahun Baru 2008!

Advertisement

On this day… (December 14th)

A baby girl was born to young couple. Dad is a university teacher/lecturer, Mom is a housewife/stay-at-home-mom…

The baby grew up in Jakarta and Los Angeles. Her childhood was filled with love and happiness (eventhough she lived in a not-so-good neighborhood in LA). She played with Barbie, dollhouses, and loved her Charlotte’s Web book so much it became tattered and torn. She also obsessed over Donny Osmond (Hey, what girl didn’t obsess over Donny??)

Growing up, she also had dreams of becoming a psychologist, and a doctor (Saving people’s lives is so cool, doncha think?). Life as a teenager was spent at an all girl catholic school, complete with nuns and all :-). Still labeled a bookworm, a lot of Enid Blyton, but also some Danielle Steel and Sidney Sheldon became her reading.

Then Fate brought her to the wonderful world of microbiology and education. It was her “Plan B” but what a journey it has been! A lot of peaks and valleys along the way but never a dull moment whenever you’re with students 🙂

She was blessed with the chance to live in different countries, from America to Japan to Germany, and met a lot of people that would shape her personality and give her the oppportunity to ride trains in London, New York, Paris, Tokyo and Berlin. Along the way, she developed an obsession with Figure Skating, German Bread, Pasta, and Takoyaki 🙂 Her spiritual journey has brought her to the Holy Land of Mecca not once, not twice, but three times, a fact that continues to amaze her and count her blessings.

Her friends are truly a treasure she cherishes the most after her family. The friends go beyond borders, a real global community.

Finally, her family. The young lecturer Dad is now a retired professor Dad, still teaching, still leading the way for the younger generation. The stay at home Mom is still home, her body somewhat broken but not her spirit, her two brothers, now with their own families, giving her the “Fantastic Four” that is her two nieces and nephews. They are her most valuable possessions.

Now, 41 years later, she looks back and says… “What a wonderful life I have had, and hope to continue having. Thank You Allah for all the You have given and may the rest of the journey will be as fulfilling and exciting!”

(with apologies for a truly selfish, egotistical, and narcissistic posting)

Dosen, ya?

“Sori ganggu, lagi ngajar ya?”

“Kok tidak libur, kan mahasiswa libur?”

Dua pertanyaan di atas adalah pertanyaan yang sering saya peroleh kalau sedang ngobrol dengan teman-teman yang tidak seprofesi. Tetangga-tetangga saya tuh, hobi banget bertanya seperti itu. Biasanya saya cuma senyum-senyum saja, malas menjelaskan scope kerjaan saya yang sebenarnya. Bisa pusing. Ibu saya sendiri sempat bengong juga kalau lagi lihat saya beres-beres mau berangkat ke daerah A, visit ke universitas X. Padahal ibu saya sudah “terlatih” hidup dengan bapak saya (yang juga dosen-turned-something-else) selama puluhan tahun.

Mungkin masyarakat kita memang terbiasa membentuk stereotype tentang profesi tertentu. Kalau guru/dosen, pasti cuma ngajar mahasiswa, kalau mahasiswa libur, ikut libur.

Ada sih, guru/dosen seperti itu. Tapi kami di Departemen Biologi yang tercinta, umumnya tidak.

So, jadi dosen, ngapain aja sih?

Wah, macem-macem. Ada yang jadi direktur LSM, jadi dekan :-), buka usaha budidaya anggrek, busana muslim… yes, we are a multi talented group! Saya sendiri? Sekarang sibuk ngurusin orang pinter 🙂

Tapi memang, tugas utama seorang dosen sih, tetap di pengajaran dan penelitian. Kalau mau ngaku dosen, ya harus ada ngajar nya. Penelitian pun, melibatkan mahasiswa. (and yes, I realize I haven’t been in the lab for a long time now). The transfer of knowledge is key.

So being a teacher is who we are, not just what we do.

So, the next time you call me, jangan langsung nanya “Lagi ngajar ya?” karena belum tentu sedang mengajar. Bisa saja saya lagi nongkrong di mall minum kopi, atau lagi…asyik blogging!

I wish I had more time to blog!