Menjelang kedatangan Presiden Barack Obama ada beberapa orang sering mengomentari posting saya yang kelihatan (sangat) pro-Obama, pro-Amerika pokoknya “antek Amerika” lah, some more cynical than others.
Ah ya, memang saya “antek Amerika”. Mau apa lo?
:::smile:::
Masalahnya, pada kurun waktu yang kurang lebih sama (1969-74), saya mengalami nasib serupa Presiden Obama. Ikut ayah saya yang belajar di USA. Kalau Barack Obama jadi “immersed” dengan budaya Indonesia, saya ya kesenggol budaya barat. Jadi, saya bisa paham tentang perasaan Obama pada Indonesia karena kurang lebih saya mengalami hal yang sama. Obama demen bakso, saya demen McD 🙂
Sehingga, ketika Senator muda yang pertama kali saya lihat di Oprah kemudian memutuskan mencalonkan diri jadi Presiden Amerika tahun 2008, saya ikut terbawa arus “mendukung” pencalonan beliau. Padahal ya warga negara bukan, tinggal di sana juga tidak. Cuma saya ngga seperti gerombolan “teman SD” beliau yang sampai nonton bareng konvensi partai Demokrat dan pemilihan presiden.
2008 itu memang tahun yang “istimewa” karena ekonomi Amerika ambruk. Akibatnya ekonomi dunia juga amburadul. Jadi, siapa yang menang pemilihan Presiden menjadi perhatian global. Tadinya Barack Obama dianggap sebagai “penggembira” (underdog) saja dalam pencalonan Demokrat. Karena saya juga tahu jeleknya Amerika, saya rada kasihan sama Barack Obama. Tidak mungkin Amerika ikhlas punya presiden “orang keturunan” (itu sama aja Indonesia dipimpin etnis Cina misalnya lhooo). Pasti orang bilang belum saatnya.
Tapi, tapi apa yang terjadi? Dengan gaya bottom up/grass roots, Barack Obama (dan tim sukses) berhasil menggaet dukungan berarti (termasuk dukungan dana) untuk bisa kampanye optimal. Tim sukses juga khas politik: muda dan sombong :-). Too cut a long story short, Barack Obama berhasil mengalahkan lawan-lawannya.
Jadi calon Demokrat, mantap. (Ternyata saya lupa satu faktor: orang Amerika tetap lebih senang dipimpin seorang pria meskipun hitam, daripada wanita, apalagi wanita itu Hilary Clinton :-))
Jadi Presiden Amerika Serikat? Istilah anak sekarang: *gubrag*. Bahasa Amerika-nya “He*l just froze over, I think”
Beneran. Walau saya ngarep.com bahwa suatu ketika ada golongan minoritas jadi Presiden, saya terus terang ngga nyangka itu terjadi pada tahun 2008. Bengong lihat hasil pemilihan di CNN.
So my admiration for this President continues, lewat hal-hal seperti ini:
1. Barack Obama berusaha memenuhi janji kampanye, yaitu memperbaiki ASKES Amerika dan Ekonomi Amerika. Programnya khas partai Demokrat yang mengandalkan keterlibatan pemerintah pusat dalam implementasi, termasuk dukungan dana. Bahwa bikin defisit, dan bakal ‘dibayar’ oleh anak cucu Obama, well itu ya soal lain. Tapi dia tidak cuma janji di mulut. Dia jadikan ASKES Amerika sebagai prioritas.
2. Barack Obama konsisten untuk dukungannya terhadap Islam. Ngga usah meributkan agamanya apa, dan kenapa masih dukung Israel juga. Tapi lihatlah Presiden Obama gigih mendukung perbaikan hubungan dengan penganut agama Islam. Dari pidato di tahun 2009, dan kemudian pada tahun 2010 gigih mendukung pembangunan Islamic Center deket Ground Zero WTC. Tidak ada sinar kompromi dengan minta Center tersebut geser menjauh supaya jaga perasaan “mayoritas”. That’s a leader, my friend. Sementara lihatlah apa yang sedang terjadi dengan perlakuan terhadap minoritas di Indonesia.
3. Barack Obama anti diskriminasi. Mungkin, nilai agama kita akan membatasi dukungan kita terhadap orang yang “berbeda” dengan kita secara orientasi seksual alias homoseksual. Saya juga sempat gitu kok. Tapi, mau homo atau heteroseksual, orang tetap orang kan? Mau Islam, Ahmadiyah atau HKBP, Buddhis, tetap orang kan? Pantaskah kita menghakimi orang tersebut karena perbedaan keyakinan maupun hal lain? Rasanya tidak. Coba masuk website Gedung Putih dan cari video tentang pesan anti-bullying Presiden Obama.
4. Barack Obama memahami pentingnya pendidikan sains dan matematika sebagai salah satu kunci kemajuan bangsa. Dan telah mewujudkannya dalam beberapa program tingkat nasional.
5. Dan last but not least, Barack Obama, meskipun seorang politisi, rendah hati (humble) dan tulus (sincere). Orang akan bilang “Halah, lebay…” Atau teman saya “Elo apaan sih, biasa aja”. No, seriously, makanya, coba dengarkan pidatonya secara seksama. Tidak usah mengerti kata per kata (walau itu akan sangat menolong). Pidato di jamuan kenegaraan di Istana Negara membuat saya terharu, karena beliau berbicara dengan nada yang sangat tulus dan terharu mengingat ibunya (kalau presiden SBY mungkin nangis?).
So, apabila setelah baca ini, dan masih heran kenapa saya kagum dengan Presiden Barack Obama, ya tidak apa-apa. Terima kasih untuk membaca.
Obama emang keren! Khususnya untuk kasus Askes karena sebelumnya pesimis banget abis liat ‘Sicko’-nya Michael Moore. Eh, ternyata dikerjakan beneran oleh Obama.
Memang sih Amerika gak bakal lantas berubah (seperti yang dikritik orang-orang) karena gimanapun kerennya Obama, dia hanya 1 orang. Namun, kayak yang James Redfield bilang, perubahan masyarakat itu selalu dimulai oleh individu-individu ‘gila’ yang lantas menginspirasi generasi berikutnya untuk berubah juga. ^^
hanya orang-orang yang tertipu oleh obama yang menganggap dia keren. keren apanya orang dia presiden negara penjajah
Berbeda pendapat boleh saja. Tapi ngga usah merendahkan orang yang suka Obama sebagai “tertipu”. Kita juga baca koran kok.
Sit….oleh-oleh Obama dari Depok mana nih?!
Aku juga tertarik sama Obama, walau nggak bisa ngaku pengagumnya karena terus terang aku nggak sedetail kamu nih ngenali si Mr. Obama itu (hahaha habis nonton Obama Anak Menteng, heran emang waktu kecil dipanggil Mr. Obama gitu?! wkwkwk…) tapi ternyata tulisan gue kalau gue search banyak juga yang nyerempet ke nama doi…http://khazanahpikir.blogspot.com/#uds-search-results